Di ujung nasib anak berkebutuhan khusus.
Hari itu di rumahnya, di satu kawasan pasar di Makassar, ia terlihat riang. Nazar sembilan bulan lalu, yakni berpuasa selama tiga hari, sebentar lagi tunai.
SORE HARI ia bangun dari tidur. Suara kakinya mengentak dari lantai dua. Dengan sepasang kaki yang kecil—akibat penyakit polio yang menyerangnya sedari kecil—ia beringsut menuruni anak tangga kayu dengan tumpuan pantat. Ia tersenyum lebar, dan kita bisa melihat sebagian giginya yang menghitam. Sela bibirnya selalu mengeluarkan air liur.
Nia, perempuan berumur 31 tahun, adalah penyandang tunawicara. Saya menyapanya dan ia hanya tertawa kecil.
|
“Kenapa harus puasa?” tanya saya.