Pada 1999 adalah tahun bahagia buatku. Sepasang seragam putih abu-abu telah menempel di badanku. Setelah kuinjakkan kakiku di halaman itu hatiku serasa bergetar. Perasaan yang dulu membuatku selalu kagum, tentang anak SMU kini telah menjadi statusku. Ini luar biasa.
Aku masuk di kelas satu delapan, satu tangga lagi ke kelas paling akhir rangkaian kelas. Disekolah itu, setiap kelas dibagi menjadi sembilan ruangan, mulai dari satu-satu, sampai satu-sembilan. Pun demikian halnya kelas dua dan kelas tiga. Teman-teman dalam kelasku begitu beragam. Ada yang pendiam, pemarah, dan paling murah senyum.
Nama temanku yang paling murah senyum ada dua orang, namanya Sri Yuliana dan Asti Rahayu. Sri adalah perempuan berjilbab, tingginya sekitar 155 cm tidak lebih menurut terkaanku. Diwajahnya ada tahi lalat yang menempel di pipi. Aku terus berpikir lalat apakah yang begitu mengetahui tentang letak tahinya yang dapat memberi seseorang kecantikan yang seimbang. Ketika kutanyakan sesuatu padanya dia hanya tersenyum, lesung pipinya pun, alamak. Dia tak suka marah, suaranya yang pelan, sangat hati-hati, membuat telingaku selalu rindu padanya.
Aku masuk di kelas satu delapan, satu tangga lagi ke kelas paling akhir rangkaian kelas. Disekolah itu, setiap kelas dibagi menjadi sembilan ruangan, mulai dari satu-satu, sampai satu-sembilan. Pun demikian halnya kelas dua dan kelas tiga. Teman-teman dalam kelasku begitu beragam. Ada yang pendiam, pemarah, dan paling murah senyum.
Nama temanku yang paling murah senyum ada dua orang, namanya Sri Yuliana dan Asti Rahayu. Sri adalah perempuan berjilbab, tingginya sekitar 155 cm tidak lebih menurut terkaanku. Diwajahnya ada tahi lalat yang menempel di pipi. Aku terus berpikir lalat apakah yang begitu mengetahui tentang letak tahinya yang dapat memberi seseorang kecantikan yang seimbang. Ketika kutanyakan sesuatu padanya dia hanya tersenyum, lesung pipinya pun, alamak. Dia tak suka marah, suaranya yang pelan, sangat hati-hati, membuat telingaku selalu rindu padanya.