Selasa, Mei 27, 2008

Menuntut Mekar di Jakarta

SENIN 19 Mei lalu, suasana di ruang rapat komisi II Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan berlangsung tenang. Ruangan itu tertata rapi, lantainya dilapisi karpet hijau. Susunan meja dan kursi membentuk setengah lingkaran.

Eka Santosa, wakil ketua komisi II DPR RI, memimpin rapat dengar pendapat. Sedangkan Burhan Alpin, sekretaris jenderal Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara, menjadi pemandu untuk 30 perwakilan pendukung pembentukan provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS). Pertemuan ini untuk menggiring Rancangan Undang Undang menjadi Undang Undang provinsi baru, ALA dan ABAS.

Nasir Lado pengurus Komite Persiapan Pembentukan Provinsi (KP3) ABAS memulai pendapatnya. Lado adalah mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh Tengah yang menyerah sebelum MoU Helsinki. Ia juga menjadi ketua Forum Komunikasi Anak Bangsa. Sekarang ia berdomisili di Meulaboh, Aceh Barat.

Selasa, Mei 20, 2008

Kalau Takut, Jangan Menulis!

PADA Rabu 7 Mei lalu, sekitar pukul 11.45 beberapa orang berkumpul di ruangan kecil Bentara Budaya Jakarta (BBJ), sebagian besar dari mereka telah beruban. Diantaranya Taufik Ismail, Leo Batubara, Adnan Buyung Nasution, Masmimar Mangiang, Jakob Oetama dan Arya Gunawan.

Di ruangan itu, ada dua belas pion putih menyangga sisi tembok. Dekorasi ruangan hampir semua di lapisi kayu coklat yang telah dipernis. Di belakang tempat duduk ada meja khusus untuk master kontrol, saya melihat dua orang menjaganya. Jika sedikit saja pengeras suara atau microphone bermasalah maka salah satunya akan sigap berdiri. Jakob Oetama pemimpin Kompas Gramedia pelan berjalan keluar ruangan. “Ayo makan. Makan,” ajaknya.
“Ini kan sudah jam dua belas, sudah waktunya lah makan siang,” lanjutnya, lagi.

Beberapa saat kemudian sekumpulan orang-orang itu mengantri memegang piring masing-masing.

Selasa, Mei 06, 2008

Menjemput Ajal

Di sini kita mulai. Berdua tentunya. Tanpa henti, janji kita. Bergerak tak peduli ancaman. Lalu berjalan begitu lama. Tak ada pikiran pulang, tapi takut akan cerita.

Pada jalan itu, kau berbisik.
Ayo pulang
Saya tak tahu apa yang membuatmu berubah. Adakah sesuatu yang kau amati, kau lihat.
Apa yang kau takutkan, balasku.
Aku melihat rumput di taman mall. Sangat sedih. Ia kedinginan.

Jumat, Mei 02, 2008

Debat Ahmadiyah, Debat Islam

TERIAKAN takbir tak henti-hentinya menggema dari kerongkongan ribuan orang yang menyesaki pintu barat Monumen Nasional, Minggu 20 April, lalu. Mereka berjalan dari masjid Istiqlal, melewati Istana Merdeka, dan tujuannya: membubarkan Ahmadiyah.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.”

“Bubarkan Ahmadiyah. Ganyang Ahmadiyah.”

Massa itu berkumpul. Sebarisan laskar Front Pembela Islam membuat pagar betis, hingga ribuan orang itu berjarak sekitar lima meter dari bibir panggung. Laskar itu memakai pakian putih, dengan ikat pinggang besar. Tangan dilipat di depan dada, atau berdiri tegap, seperti posisi istirahat, dalam latihan baris-berbaris. Bendera bertulis ayat Al Quran dikibarkan. Tak ada yang boleh memasuki daerah steril itu.

“Pasang ID Mas. Kalau tidak ada ID Card jangan mendekat,” kata seseorang, saat wartawan ingin mendekat.